Memang pemain I Rossoneri
bukan hanya mereka saja. Semenjak berdiri di tahun 1899, entah sudah
berapa pemain yang pernah berseragam merah-hitam khas mereka. Ini
berarti tentu ada begitu banyak pemain hebat lain dari eranya
masing-masing. Namun tentu saja seperti biasa, saya hanya boleh memilih
10 nama.
1. Gunnar Nordahl
"
Well he can double that number, and then add another 26, then, and just then, he has passed Il Canoniere,”
adalah sebuah kalimat yang dilontarkan seorang Milanisti ketika Andriy
Shevchenko mencetak gol ke-100 nya di Serie A. Lalu siapa pemain yang
mendapatkan julukan Il Canoniere tersebut?
Ya, pemai tersebut adalah Gunnar Nordhal, pencetak gol terbanyak sepanjang masa bagi Il Diavolo
dengan 226 gol dari 257 pertandingan. Kalau anda pernah membaca artikel
saya yang berjudul “10 Pemain Terbaik Serie A Sepanjang Masa”, maka
anda akan temukan namanya tertera disana. Bagaimana tidak? Ia adalah
satu-satunya pemain asing yang mampu mencetak lebih dari 200 gol di
divisi teratas sepakbola Italia tersebut.
Saya
memang tidak akan mengada-ada dengan mengatakan pergerakannya cepat,
sentuhannya lembut, gerakannya cepat, dan bla bla bla. Saya bahkan sulit
untuk mendeskripsikan kemampuannya jika menyaksikan dari youtube. Namun
yang jelas akan cukup aneh jika peraih lima capocannoniere dalam tempo enam musim ini tidak masuk ke dalam daftar ini
2. Gianni Rivera
Bersama
dengan Giovanni Trapattoni, Gianni Rivera adalah tonggak awal kejayaan
AC Milan di Eropa. Atau mungkin lebih tepatnya, ia adalah awal dimana I
Rossoneri dikenal sebagai salah satu kekuatan besar di benua biru.
Terlebih lagi ia menghabiskan 19 tahun berseragam merah-hitam. Sebuah
masa bakti yang luar biasa ketika masa itu.
Pengabdiannya
tersebut tentu berbuah manis. Ia adalah penghuni peringkat keempat
dalam daftar pemain dengan caps terbanyak AC Milan. Bisa mendapatkan
kesempatan bermain sebanyak itu pasti berarti ia memiliki skill yang
tidak biasa. Bahkan ketika masa jayanya, ia dijuluki sebagai The Golden
Boy.
Bersama
AC Milan, ia menyumbang tiga gelar Serie A, lima gelar Coppa Italia,
dan dua gelar UEFA Champions League. Pemain yang mendapatkan Ballon d’Or
pada tahun 1969 ini juga merupakan bagian dari tim nasional Italia
ketika pertama kali menjuarai EURO.
3. Franco Baresi
Melihat
Franco Baresi bermain di Stadion Utama Gelora Bung Karno dua tahun
silam bersama AC Milan Glorie, rasanya ada yang “aneh” dari
permainannya. Meski ketika itu ia sudah berumur 51 tahun, namun tetap
saja para pemain depan kita seperti Ricky Yakobi dan Rochy Putiray
terlihat sangat kesuliatn untuk melewati penjagaannya. Saya pun berpikir
apa jadinya jika ketika itu Baresi masih dalam masa jayanya.
Enam
gelar Serie A, empat gelar Coppa Italia, tiga gelar UEFA Champions
League, dan dua gelar Serie B membuktikan betapa besar perannya dalam
membangun kejayaan AC Milan baik dalam keadaan susah ataupun senang.
Kesetiannya tersebut terbayar dengan 719 kali kesempatan bermain. Dalam
jangka 20 tahun bermain bagi I Rossoneri, ia menghabiskan 15 tahun mengenakan ban kapten.
Kemampuan,
karisma, jiwa kepemimpinan, dan pengaruhnya di AC Milan mungkin dapat
tergambarkan apabila anda mengetahui bahwa tim sekota Internazionale
Milan ini “mempensiunkan” baju bernomor punggung enam, yang dimana
adalah nomor punggung Baresi.
4. Marco Van Basten
Saya
belum lahir ketika AC Milan dibawah arahan Arrigo Sacchi menguasai
Eropa dengan pasukan trio Belanda. Tetapi dengan banyak membaca, saya
tahun bahwa Marco Van Basten adalah salah satu kunci kekuatan Milan
ketika itu. Bukan hanya itu saja, banyak penjelasan-penjelasan yang
menegaskan bahwa Van Basten adalah salah satu pemain terbaik yang pernah
ada di dunia.
Berhubung
saya tidak pernah menyaksikannya bermain, maka saya lebih sering
mendengar tentang karirnya yang singkat akibat cedera. Namun demikian,
saya juga tahu bahwa pemain yang mencetak 124 gol bagi AC Milan ini
telah memberikan tiga gelar Serie A dan dua gelar UEFA Champions League.
Yang
lebih menghebatkankan lagi, dalam tujuh tahun karirnya berseragam AC
Milan, ia meraih begitu banyak gelar pribadi. Mulai dari dua kali
Capocannoniere, satu kali FIFA World Player of the Year, hingga tiga
kali Ballon d’Or.
5. Ruud Gullit
Sebagai
bagian dari trio Belanda yang dibangun oleh Arrigo Sacchi dengan
kekuatang uang Silvio Berlusconi, rasanya sangat sulit bagi saya untuk
tidak memasukkan Ruud Gullit kedalam daftar ini. Datang bersama dengan
Marco Van Basten di tahun 1987, ia langsung menjadi pemain inti yang tak
dapat tergantikan.
Jauh
sebelum rambut berantakan Carles Puyol dijadikan bahan bercandaan,
rambut Gullit sudah terlebih dahulu menjadi “tren” anak muda. Sejalan
dengan itu, kemampuannya di lapangan berbicara jauh lebih banyak. Ia
adalah pemain serba bisa dan memiliki insting mencetak gol yang cukup
tinggi. Ini terlihat dari total 56 gol yang ia cetak selama 171 kali
membela AC Milan.
Sama
hal nya dengan Van Basten, ia juga menyumbangkan tiga gelar Serie A dan
dua gelar UEFA Champions League. Jangan lupa juga kalau sebelum rekan
senegaranya tersebut meraih Ballon d’Or dua kali berturut-turut, Gullit
lah yang meraih penghargaan tersebut.
6. Andriy Shevchenko
Tidak
sulit untuk memutuskan apakah Andriy Shevchenko akan masuk ke dalam
daftar ini atau tidak. Bahkan sebenarnya, saya sama sekali tidak
mempertimbangkan hal tersebut. Bagaimana tidak? Ia adalah pencetak gol
terbanyak kedua dengan 175 gol sepanjang sejarah AC Milan berdiri.
Datang
pada tahun 1999 dengan mahar sebesar 25 juta EURO, ia langsung menjadi
idola public San Siro dengan gol demi gol yang ia ciptakan. Dari semua
gol tersebut, jelas gol nya ke gawang Juventus pada final UEFA Champions
League di tahun 2003 adalah yang paling istimewa.
Satu-satunya
kesalahan dalam karirnya adalah menerima pinangan Roman Abramovich
untuk pindah ke Chelsea. Seandainya ia tidak pindah, barangkali ia akan
memenangkan lebih banyak gelar dan sangat mungkin memecahkan rekor gol
Gunnar Nordahl. Meski demikian, tetap saja namanya akan selalu identik
sebagai pencetak gol tajam dari AC Milan.
7. Kaka
Sangat
sulit bagi saya yang tim nya menjadi korban bully-an Ricardo Kaka di
babak semifinal UEFA Champions League 2007 untuk tidak memasukkan
namanya ke dalam daftar ini. Apalagi, saya juga tahu bahwa keputusannnya
hijrah ke Real Madrid lebih didasari sebagai kecintaannya bagi AC
Milan. Ia pergi agar I Rossoneri terhindar dari kebangkrutan.
Pemain
yang didatangkan dari Sao Paolo dengan harga “hanya” 8.5 juta EURO ini
memang dari awal sudah memperlihatkan prospek yang cerah. Perlahan tapi
pasti, ia menggeser posisi Rui Costa sebagai attacking midfielder AC
Milan.
Berbagai
penghargaan pribadi pun pernah didapatkan oleh pemain yang dapat
dikatakan “sendirian” membawa AC Milan menjuarai UCL tahun 2007 ini.
Tiga kali Serie A Foreign Footballer of the Year, tiga kali Serie A
Footballer of the Year, dan satu Ballon d’Or menjadi bukti sahih betapa
hebatnya Kaka ketika masih membela panji-panji I Diavolo.
8. Alessandro Costacurta
Bagi
mereka yang bukan penggemar AC Milan atau Serie A, nama Alessandro
Costacurta memang tidak akan pernah sementereng Paolo Maldini, Franco
Baresi, atau Mauro Tassotti. Namun demikian, tidak berarti pemain ini
adalah pemain yang biasa-biasanya saja. Karena seandainya dirinya adalah
pemain biasa, maka hampir tidak mungkin jumlah caps nya bersama I Rossoneri hanya kalah dari Franco Baresi dan Paolo Maldini.
Hanya
mencetak tiga gol sepanjang karirnya bersama AC Milan tidak membuat
dirinya lantas dibenci oleh public San Siro. Justru dirinya dicintai
oleh karena permainan lugasnya menjaga pertahanan Il Diavolo. Menjadi
bagian dalam sejarah emas Milan, ia turut menyumbang tujuh Serie A dan
lima UEFA Champions League.
9. Zvonimir Boban
Cukup
sulit bagi saya untuk memilih antar Zvonimir Boban, Andrea Pirlo,
Alessandro Nesta, atau George Weah. Namun pada akhirnya, saya lebih
memilih Boban untuk mengisi daftar ini. Mengapa demikian? Karena baik
Pirlo, Nesta, ataupun Weah tidak memiliki kumis dan jenggot sekeren
Boban. Titik.
Well
anyway, Boban bisa dibilang merupakan salah satu attacking midfielder
terbaik dunia ketika masa jayanya. Ia mengontrol lini penyerangan AC
Milan dengan begitu luar biasa. Kecepatan maupun visinya dalam
memberikan operan patut mendapatkan apresiasi. Bersama I Rossoneri, ia berhasil menjuarai empat kali Serie A dan satu UEFA Champions League.
Hanya
ada dua hal yang mengecewakan dalam karir Boban di Milan. Pertama, ia
harus pergi setelah tergeser oleh Rui Costa sehingga akhirnya sedikit
terlupakan oleh Milanisti sampai sekarang. Kedua, ia belum sempat
menolong Milanisti yang sedang terlibat perkelahian dengan polisi di
Milan.
10. Paolo Maldini
Saya
masih belum mau kehilangan posisi sebagai penulis di Bolatotal dengan
tidak memasukkan nama Paolo Maldini ke daftar ini. Lagipula mungkin saya
sudah gila jika tidak memasukkan sang kapten yang saat ini memegang
rekor jumlah penampilan terbanyak bagi AC Milan. Ya semoga saja nanti
anaknya bisa meneruskan nomor punggung tiga yang masih memasuki masa
“istirahat”.
0 komentar:
Posting Komentar